*DO’A PUNYA KEKUATAN SEMBUHKAN PENYAKIT ANDA - PENGALAMAN MEMBUKTIKAN*.



Oleh Syarif Hidayat

Do’a mempunyai kekuatan yang dapat menyembuhkan penyakit anda termasuk penyakit langka sekalipun! Ini bukan hanya hype (propaganda) atau harapan atau klise rohani. Ada bukti-bukti dan argumentasi ilmiah aktual yang mendukung hal ini dan hasil survey menunjukkan angka yang meyakinkan tentang kekuatan do’a untuk menyembuhkan suatu penyakit.

Do’a membantu seluruh organ tubuh Anda berfungsi sangat baik pada saat hidup Anda mengalami hal yang terburuk. Atau bahkan pada hari-hari baik, do’a dapat meningkatkan hubungan pikiran-tubuh-jiwa. Anda sedang berbicara dengan Tuhan (Allah SWT), Sang Pencipta yang tahu segalanya dan bisa melakukan apa saja.

Pengalaman banyak orang dan penulis sendiri yang menderita penyakit aneh (sakit syaraf mata) selama sekitar empat tahun lebih, membuktikan bahwa do’a yang dilakukan dengan penuh keyakinan dan iklas dapat menyembuhkan penyakit. Syariatnya memang berkat do’a tetapi pada hakikatnya adalah karena kekuasaan Allah SWT, dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Selama empat tahun lebih, saya menderita sakit mata yang aneh yakni syarafnya yang mengalami gangguan. Jadi kalau membuka mata/melihat cepat pegal. Baca satu kalimat saja terasa pegal dan sakit. Selama itu saya sukar membaca dan tidak bisa membawa mobil. Jadi kalau ke kantor diantar anak kalau kebetulan dia sedang libur kuliah atau kadang-kadang saya minta diantar oleh supir kantor.

Tingkat kepegalan mata saya setiap hari berubah rubah. Kadang kadang masih bisa dipaksakan menyetir mobil ke kantor dan bisa dipaksakan membaca. Tetapi kadang kadang pegalnya sangat parah sampai susah membuka mata dan kalau berkedip sering telat membuka mata sehinga kalau sedang menyetir sering hampir menabrak mobil yang yang ada di depan.

Karena sering memaksakan diri menyetir sendiri kekantor, saya pernah tiga kali menabrak mobil orang, pertama di Jalan Sahardjo menabrak bis kota (PPD), selang beberapa bulan kemudian kecelakaan kecil terjadi lagi menabrak Sedan Mazda di depan Pasar Rumput, Manggarai. Masih belum kapok, beberapa bulan kemudian menabrak lagi, sekarang korbannya adalah Bajaj yang sedang parkir di depan kantor Bimantara Grup, Kebon Sirih. Akhirnya saya dan juga atas nasehat istri berhenti total dari menyetir mobil.


Tidak hanya kecelakaan menabrak mobil dengan mobil, tetapi kalau sedang jalan kakipun sering bertabrakan dengan orang. Pada waktu saya akan makan siang di Jalan Sabang, Jakarta Pusat di perjalanan saya sering menabrak orang. Sewaktu akan naik bis kota saya juga beberapa kali terjatuh dan kepala membentur pintu bis, karena pada saat melangkah akan menginjakkan kaki ke tangga di pintu bis mata saya berkedip dan telat buka lagi dan kaki kanan menginjak sasaran yang salah, kejeblos ke pinggiran kolong bis.

Kalau lagi parah pegal (mata) nya, saya diantar oleh anak saya yang membawa mobil atau diantar oleh istri naik bis. Selama di perjalanan baik ketika diantar anak naik mobil sendiri, maupun naik bis kota diantar istri, kabanyakan saya menutup mata seperti orang yang sedang tidur. Selama berada di kantor, kalau sedang duduk demikian pula keadaannya.

Teman teman di kantor, hanya sedikit yang mengetahui penyakit saya tersebut, karena biasanya kalau ada yang menyapa saya selalu memaksakan diri membuka mata sekuat tenaga walaupun terasa sakit. Jadi setiap membaca atau mengedit berita, saya berjuang sekuat tenaga memaksakan membuka mata dan kadang kadang dibantu dengan jari telunjuk untuk menahan kelopak mata atas untuk tidak bekedip. Tetapi cara begini biasanya tidak bisa bertahan lama karena sakit pegal dan matanya jadi perih.

Biaya pengobatan cukup mahal

Saya berobat di Rumah Sakit khusus mata yakni Jakarta Eye Center (JEC) selama dua tahun lebih dengan biaya pengobatan yang cukup mahal yakni sekitar Rp 300.000 sampai Rp 500.000 satu kali pemesiksaan dan obat, tapi tidak ada hasilnya. Akhirnya dokter yang menangani penyakit saya di JEC merekomendasikan agar saya melanjutkan berobat ke Bagian Syaraf RSCM dan disana ditangani oleh ahli syaraf Prof. Dr. Yusuf Misbach. Ia adalah anggota tim dokter kepresidenan sewaktu jaman pemerintahan Soeharto.

Pengobatan disini lebih mahal lagi yakni antara Rp 300.000 sampai satu juta rupiah per satu kali pemeriksaan dan obat. Kalau pemeriksaan dengan obat syaraf biasa (berupa tablet) biayanya hanya sekitar Rp 350.000. Tetapi kalau menggunakan obat suntik syaraf (Botox – Botulinum Toxin) biayanya antara Rp 800.000 sampai Rp.1000.000,- per satu suntikan. Selama dua tahun pula saya berobat disana tapi juga tidak menunjukkan tanda tanda kesembuhan.

Setengah putus asa, saya menanyakan kepada Prof. Yusuf Misbach tentang peluang untuk kesembuhan saya bagaimana. Karena ada gangguan di syaraf mata, agak sulit dan diopersipun tidak bisa dilakukan di Indonesia. Kemungkinan yang bisa di rumah sakit di Amerika Serikat katanya.

“Peluangnya hanya 50-50, tapi barengin saja dengan berdo’a,” kata dr Yusuf. Memang Prof Yusuf yang dulu anggota tim dokter almarhum Pres. Soeharto itu sangat taat beribadah. Mulai dari situ saya lebih rajin berdo’a.

Beban penderitaan sakit mata aneh yang menurut istilah kedokteran disebut sebagai “Blepharospasm” ini terasa cukup berat bagi saya dimana membaca merupakan hobby yang dilakukan setiap hari dan disamping itu setiap bulan saya bersama keluarga pergi ke luar kota khususnya ke Cianjur untuk menengok dan bersilaturahmi dengan keluarga besar disana. Coba bayangkan selama empat tahun lebih tidak bisa membaca dan menyetir mobil.

Setiap setelah melaksanakan sholat lima waktu saya selalu berdo’a. Saya bersama Istri dan anak bungsu kami, Maisara Annisa Syarif (Sarah), pada akhir April 2009 pergi melaksanakan ibadah Umroh ke tanah suci dan disana saya terus menerus berdo’a untuk kesembuhan dari penyakit aneh ini dan untuk permohonan lainnya kepada Allah SWT.

Perjalanan umroh itu sebenarnya merupakan ibadah sunah mengikuti jejak Rasulullah SAW, namun karena kami pernah berjanji kepada anak bungsu untuk membawa dia jalan jalan ke luar negeri, maka menjadi wajib hukumnya. Dia merasa iri kalau mendengar cerita kakak-kakaknya: Taufik Hidayat dan Firman Hidayat yang sudah berkeliling Eropa.

Sewaktu saya dinas di Eropa dari 1989 sampai 1993 (ditugaskan di Biro Hamburg, Jerman dari September sampai Desember 1989 dan di Biro Den Haag, Belanda dari 1990 sampai 1993), setiap hari libur mereka kami bawa jalan jalan berkunjung ke satu Negara atau kadang kadang sampai tiga Negara Eropa sekaligus, sehinga selama saya bertugas disana, anak anak telah saya bawa berkunjung ke hampir semua Negara Eropa.

Jadi untuk menenangkan si bungsu ini, kami menjanjikannya untuk mebawanya ke Belanda. Tetapi setelah saya pensiun dan menerima dana THT dari kantor, kami berubah pikiran daripada dipakai untuk jalan jalan ke negara lain, lebih baik uang THT tersebut dimanfaatkan untuk melaksanakan ibadah umroh dan anak saya setuju dengan rencana kami tersebut. Kami bertiga melaksanakan ibadah umroh yang sebenarnya sunah itu menjadi wajib karena kami berkewajiban memenuhi janji kepada anak kami dan ternyata ibadah umroh ini Alhamdulillah membawa keajaiban yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup saya!

Pada malam pertama kami berada di Mesjid Nabawi, Medinah terjadi keajaiban. Malam itu selesai melakukan sholat Magrib, karena melihat orang orang di sekeliling saya pada membaca Al Qur’an, saya juga membaca Al Qur’an (surat Yassin). Selesai membaca surat Yassin, saya baru menyadari bahwa saya bisa membaca lagi dan tidak merasakan pegal mata sedikitpun. Alhamdulillah, saya sembuh total dari penyakit aneh yang saya derita sejak pertengahan tahun 2003 itu.

Sebelum itu, saya juga sudah berdo’a di Raudah, yang merupakan bagian tempat di mesjid Nabawi yang dekat dengan lokasi Makam Nabi Muhammad SAW. Menurut para alim ulama bahwa berdo’a di tempat tersebut manjur. Maka saya melakukannya. Ketika sampai di Mekah, sayapun melanjutkan berdo’a di depan Ka’bah.

Sekembalinya dari perjalanan Umroh dan begitu saya memasuki masa pensiun mata saya sembuh total dan normal kembali seperti sediakala, bisa membaca dan membawa mobil lagi. Subhanallah, ini merupakan keajaiban dan anugrah dari Allah SWT, sekarang sakit mata saya sudah sembuh total.

“Blepharospasm”: penyakit langka

Blepharospasm atau Blefarospasme, menurut berbagai liratur kedokteran yang saya temukan di Internet, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kelopak mata berkedip tidak terkendali.

Hal ini disebabkan oleh kontraksi spontan otot-otot mata. Pada kondisi normal, dalam satu menit manusia mengedipkan kelopak mata sebanyak sepuluh kali. Namun pada penderita Blefarospasme matanya berkedip lebih dari sepuluh kali dalam semenit.

Penyebab gangguan berkedip ini tidak jelas, tetapi menurut literature kedokteran gangguan ini memiliki keterkaitan dengan gangguan di ganglia basal. Ganglia Basal adalah bagian dari otak yang mengatur dan mengkontrol gerakan spontan.

Sebuah Blepharospasm (dari bahasa Yunani: blepharo = kelopak mata atas, dan spasm = kejang, sebuah kontraksi otot yang tidak terkendali), adalah setiap kontraksi normal atau kedutan kelopak mata.

Biasanya mengacu pada blepharospasm penting jinak, sebuah distonia-fokus sebuah gerakan gangguan neurologis yang melibatkan kontraksi spontan dan berkelanjutan dari otot-otot sekitar mata. Jinak berarti kondisinya tidak mengancam jiwa. Penting menunjukkan bahwa penyebabnya tidak diketahui, tetapi kelelahan, stres, atau iritan merupakan faktor kontribusi yang mungkinkan.

Gejala kadang-kadang berlangsung selama beberapa hari kemudian menghilang tanpa pengobatan, tetapi dalam banyak kasus berkedut yang kronis dan terus-menerus, menyebabkan tantangan penderitaan seumur hidup.

Gejala yang cukup berat sehingga sering mengakibatkan kebutaan fungsional. Kelopak mata orang itu merasa seperti mata mereka mengalami penjepitan tertutup dan tidak akan terbuka tanpa upaya besar. Pasien memiliki mata yang normal, tapi untuk periode waktu secara efektif buta karena ketidakmampuan mereka untuk membuka kelopak mata mereka.

Meskipun kemajuan kemajuan yang cukup besar telah dicapai baru baru ini dalam melakukan diagnosis awal, Blepharospasm sering awalnya didiagnosis salah sebagai ’sindrom mata kering’ atau alergi. Ini adalah penyakit yang cukup langka dan menurut survey di Amerika Serikat hanya diderita oleh satu dalam setiap 20.000 orang di Amerika Serikat.

Gejala gejala yang terasa dan Penyebabnya

• berlebihan berkedip dan spasming (kekejangan atau kekauan) kelopak atas mata, biasanya ditandai dengan penutupan kelopak mata tidak terkendali dalam jangka waktu yang lebih lama dari refleks biasa berkedip, kadang-kadang berlangsung beberapa menit atau bahkan jam.

• terkendali kontraksi atau berkedut dari otot-otot mata dan sekitar wajah. Beberapa penderita memiliki gejala yang berkedut menyebar ke wajah, hidung dan kadang-kadang, daerah leher.

• Kekeringan pada mata

• Sensitivitas terhadap cahaya matahari dan terang .

Beberapa penyebab blepharospasm telah diidentifikasi, namun penyebab banyak kasus blepharospasm tetap tidak diketahui, meskipun beberapa dugaan sedang dibuat oleh para ahli kedokteran. Beberapa pasien blepharospasm memiliki riwayat mata kering dan / atau sensitivitas cahaya, tetapi yang lain melaporkan tidak ada masalah mata sebelumnya sebelum timbulnya gejala awal.

Beberapa obat dapat menginduksi blepharospasm, seperti yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson, serta kepekaan terhadap perawatan hormon, termasuk terapi estrogen-pengganti bagi wanita akan mengalami menopause.

Blepharospasm juga dapat merupakan gejala penarikan akut dari ketergantungan benzodiazepine (Sebuah benzodiazepin ( kadang disebut ‘benzo’ dalam bahasa sehari-hari, sering disingkat ‘BZD’) adalah obat psikoaktif). Selain blepharospasm menjadi gejala penarikan benzodiazepine, penggunaan jangka panjang dari benzodiazepine dapat menyebabkan blepharospasm dan merupakan faktor risiko yang diketahui untuk pengembangan blepharospasm.

Blepharospasm juga dapat berasal dari fungsi abnormal dari basal ganglia otak, mata kering simultan dan dystonias seperti sindroma Meige telah diamati (Sindroma Meige adalah jenis distonia. Ia juga dikenal sebagai sindrom Bruegel dan distonia wajah oral. Hal ini sebenarnya kombinasi dari dua bentuk distonia, blepharospasm dan distonia oromandibular (OMD). Blepharospasm dapat disebabkan oleh gegar otak dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, ketika sebuah pukulan ke bagian belakang kepala mengakibatkan kerusakan ganglia basal.

Pengobatan

• Terapi Obat: Terapi Obat untuk blepharospasm telah terbukti umumnya tidak dapat diprediksi dan berjangka pendek. Untuk menemukan regimen yang efektif untuk semua pasien biasanya membutuhkan ‘trial and error’ (uji coba) dari waktu ke waktu. Dalam beberapa kasus suplemen makanan magnesium klorida telah ditemukan efektif.

• Injeksi toksin Botulinum: (Botox adalah contoh yang dikenal luas) telah digunakan untuk menginduksi lokal, kelumpuhan parsial. Di antara kebanyakan penderita, injeksi botolinum toksin merupakan metode pengobatan yang lebih disukai.

Suntikan biasanya diberikan setiap tiga bulan, dengan variasi berdasarkan respon pasien dan biasanya memberikan hampir bantuan segera (meskipun untuk beberapa hal itu mungkin memerlukan waktu lebih dari seminggu) untuk gejala dari kejang otot kelopak mata. Kebanyakan pasien dapat melanjutkan hidup yang relatif normal dengan perlakuan toksin Botulinum biasa.

Sebagian kecil penderita mendapatkan hasil minimal atau tidak sama sekali dari suntikan Botox dan harus mencari pengobatan lainnya. Bagi beberapa orang, toksin Botulinum berkurang dalam efektivitas setelah bertahun-tahun digunakan.

Efek samping yang diamati pada sebagian kecil pasien adalah ptosis atau kelopak mata terasa berat. (Ptosis adalah turunnya kelopak mata atas. Istilah ptosis ini sering digunakan, meskipun istilah tepatnya adalah blefaroptosis.) Upaya untuk menyuntikkan di lokasi yang meminimalkan ptosis dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk mengontrol kejang.

• Pembedahan: Pasien yang tidak merespon dengan baik untuk obat atau injeksi toksin botulinum adalah kandidat untuk terapi bedah. Perlakuan bedah yang paling efektif adalah protractor myectomy, atau penghapusan otot yang bertanggung jawab atas penutupan kelopak mata.

• Kacamata gelap sering dipakai karena kepekaan akan sinar matahari, serta untuk menyembunyikan mata dari orang lain.

• Manajemen stress dan kelompok dukungan dapat membantu menangani penderita penyakit blepharospasm ini dan mencegah isolasi sosial.

Kekuatan do’a untuk penyebuhan penyakit

Dalam buku “The Healing Power of Prayer” (Kekuatan Penyembuhan dari Do’a), Chet Tolson dan Harold Koenig menjelaskan sifat do’a, manfaat restoratif, cara mengatur do’a, dan banyak lagi.

‘Kedokteran, operasi, dan metode-metode lain dokter membawa ke dalam proses penyembuhan yang penting,’ kata para pemimpin medis dan rohani. “Namun, Anda memiliki tanggung jawab dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyembuhan Anda sendiri melalui doa.” Jadi jangan lewatkan keajaiban do’a.

Para pemuja kemajuan teknologi kedokteran banyak yang meragukan bahkan sinis terhadap peran do’a bagi kesehatan dan kesembuhan. Namun, semakin banyak riset dilakukan untuk membuktikannya. Jika bukan suatu kebetulan, seberapa besar kontribusi do’a dan bagaimana kesembuhan bisa terjadi?

Di rumah sakit tertentu kita bahkan menjumpai orang-orang seperti saya pernah lihat di Rumah Sakit Islam, sebagian ustadz atau rohaniwan, yang berkeliling ke ruang-ruang perawatan untuk mendoakan para pasien. Mereka bukan sanak famili pasien, tetapi rutin datang berkunjung hanya untuk mendoakan.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, yang masyarakatnya mayoritas memeluk agama Islam atau mengaku beragama dan menyebut diri sebagai bangsa religius, tetapi juga di negara-negara Barat yang dikenal sekuler.

Sudah ratusan juta lebih umat Muslim dari seluruh dunia hingga hari ini melakukan ibadah haji sebagai pelaksanaa rukun Islam yang kelima dan umrah mengikuti jejak Rasulullah SAW khususnya dan sekaligus berdoa umumnya di depan Ka’bah di Majidil Haram, Mekah dan di Raudah di mesjid Nabawi, di Medinah.

Bagi orang Kristen dari seluruh dunia juga sudah jutaan orang mungkin sampai sekarang mengunjungi Lourdes di Perancis untuk berdoa memohon kesembuhan kepada Allah, mengikuti jejak Bernadeth Soubirous yang melakukannya tahun 1858.

Efek klinis positif

Keajaiban dan mukjizat tampaknya masih terjadi manakala teknologi kedokteran dan pengobatan modern semakin canggih, sehingga bangsa-bangsa sekuler di dunia baratpun terus meyakini kekuatan do’a bagi kesehatan dan kesembuhan.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Harvard Medical School tahun 1998 memperkirakan 35 persen orang Amerika Serikat (AS) berdo’a bagi kesehatan mereka dan 69 persen di antaranya menyatakan doa-sangat menolong. Angka ini sangat besar dibandingkan jumlah yang percaya bahwa mengunjungi dokter akan lebih menolong.

Tahun 2002 studi lebih luas dilakukan oleh National Institute of Health, AS, dan menemukan 43 persen orang AS berdoa bagi kesehatan mereka sendiri, dan 24 persen lainnya berdoa bagi orang lain.

Survei nasional yang dilakukan tahun 2005 menemukan mayoritas, yaitu 73 persen, perawat yang bertugas di ruang pasien kritis mengaku berdoa di tempat mereka bekerja. Sidney Kimmel Comprehensive Cancer Center di John Hopkins University bahkan telah dirancang sebagai “intensive prayer unit“ (unit doa intensif ).

Dalam The Faith Factor: An Annotated Bibliography of Clinical Research on Spiritual Subject karya Larson, Dale Mathew, dan Constance Barry dilakukan review mendalam tentang 158 studi medis mengenai efek agama terhadap kesehatan. Hasilnya, 77 persen memperlihatkan efek klinis yang positif.

Banyak penelitian membuktikan bahwa ketika seseorang mengalami ketegangan atau stres, ia menjadi lebih rentan terhadap penyakit fisik, penderitaan mental dan emosional, serta kecelakaan.

Otak, rambut, kulit, mulut, paru, jantung, sistem pencernaan, organ reproduksi, ginjal otot, adalah beberapa bagian tubuh yang dipengaruhi langsung oleh stres. Stres selain menimbulkan penyakit, juga terbukti memperlambat proses kesembuhan.

Otak yang merupakan pusat kehendak dan keyakinan memiliki hubungan langsung dengan sistem penyembuhan alamiah tubuh. Otak secara otomatis dan kontinyu berkomunikasi timbal balik dengan sistem kekebalan tubuh, sistem kardiovaskular, dan semua sistem organ pokok dengan melepaskan hormon dan bahan kimia lainnya dari set-set saraf.

Otak juga berkomunikasi dengan sel-sel kekebalan dalam darah melalui hormon dan protein darah lainnya, yang disebut sitokin. Otak juga mengirim sinyal pada saraf tulang belakang dan memerintahkannya untuk memperlambat atau mempercepat transmisi rasa sakit.

Ilmuwan menduga bahwa peran otak tersebut harus ada supaya kehidupan sosial, psikologis, dan spiritual terhubung dengan tubuh fisik, sehingga semuanya bekerja sama untuk menghasilkan kesembuhan.

“Suatu depresi mental, kecemasan yang hebat, atau kekakuan yang disebabkan rasa bersalah atau kebencian tampaknya telah menutup jalur kesembuhan alamiah. Di sinilah do’a berperan,” ujar Chester L.Tolson dan Harold G.Koenig dalam buku

The Healing Power of Prayer.

Mengapa do’a berperan dalam kesembuhan? Do’a yang banyak diartikan sebagai dialog, penyerahan, dan permohonan tulus kepada Allah SWT, penting dilakukan supaya terjadi sinergi yang melibatkan Allah, pasien, dokter/penyembuh, dan ilmu pengetahuan demi kesembuhan total. Sekadar catatan, healing berasal dari kata Anglo-Saxon yang berarti “untuk membuat utuh”. Mengingat penyakit kebanyakan disebabkan oleh pikiran, kesembuhan total/utuh tidak akan terjadi tanpa memulihkan kondisi pikiran.

Membersihkan jalur komunikasi otak kita ketika berdoa

Isi pikiran negatif yang menjadi penyebab stres atau ketegangan merupakan faktor sangat penting untuk diatasi dalam proses penyembuhan. Do’a ibarat kita menelepon kekasih. Agar dialog dapat berlangsung jelas dan bermakna, saluran harus bersih.

Isi pikiran yang negatif itulah pengganggu saluran komunikasi kita dengan Allah.

Bagaimanapun, manusia terdiri dari bagian yakni tubuh, pikiran, dan roh. Rileksasi merupakan cara yang penting untuk dilakukan sebelum kita berdoa.

Ada orang yang membedakan antara meditasi dengan do’a. Jika doa disebut sebagai pertemuan atau dialog dengan Allah SWT, meditasi dianggap sebagai refleksi mendalam yang memungkinkan seseorang terhubung dengan alam semesta.

Namun, alat kedokteran yang objektif ternyata merekam kedua aktivitas tersebut sebagai sesuatu yang sama. Ketika orang yang melakukan meditasi menghalau semua pikiran dari benak, ternyata aktivitas dalam amygdala (bagian otak yang memantau lingkungan dari ancaman dan mencatat ketakutan) diredam.

Sirkuit lobus parietal (bagian otak yang menyesuaikan diri dengan ruang, menandai perbedaan tajam antara diri dan dunia) menjadi tenang pula. Sirkuit lobus frontal dan temporal (bagian otak yang menandai waktu dan membangkitkan kesadaran diri) dapat dilepaskan.

Dengan keadaan seperti itu, orang yang bermeditasi menjadi sangat rileks, sehingga memungkinkannya untuk bersatu dengan alam semesta. Pendek kata, dari hasil penelitan, terjadi perubahan radiologis di dalam otak ketika seseorang melakukan meditasi ala Tibet.

Perubahan yang sama ternyata terjadi pula pada biarawati Fransiskan yang otaknya di monitor menggunakan SPET-scanning. Ketika melakukan doa mendalam hingga merasakan kehadiran Allah, otak biarawati tersebut menunjukkan perubahan seperti yang terjadi pada para pelaku meditasi ala Tibet.

Apa yang dapat kita catat dari hasil riset tersebut? Bahwa ada upaya ilmiah untuk membuktikan pengaruh do’a terhadap otak manusia.

Kaitan antara spiritualitas dan kesehatan

Dalam buku The Spiritual Brain karya Mario Beauregard, Ph.D & Denyse O’leary dijelaskan bahwa para ilmuwan menawarkan dua pendekatan spiritualitas:

- Pertama, pendekatan yang melihat spiritualitas sebagai produk sampingan perkembangan otak, sehingga kaitan antara spiritualitas dan kesehatan adalah kebetulan belaka.

- Kedua, pendekatan yang melihat spiritualitas baik bagi manusia karena meningkatkan kesehatan secara evolusioner.

Dr. Herbert Benson dari Harvard Medical School, Amerika Serikat, adalah perintis bidang yang dikenal sebagai pengobatan meths mind/body. Pendiri Harvard’s Mind/Body Medical Institute di Boston’s Deaconess Hospital ini berdasarkan pengamatan terhadap pasien akhirnya sampai pada keyakinan:

“Bahwa tubuh kita mendapatkan keuntungan dari latihan bukan sekadar otot, melainkan kekayaan utama yang berada di dalam diri manusia: keyakinan, nilai-nilai, pikiran, dan perasaan.

Saya ingin mengeksplorasi faktor-faktor tersebut karena para filsuf dan ilmuwan berabad-abad telah melakukan dan menempatkannya sebagai sesuatu yang tak terlihat dan tidak terukur, sehingga banyak studi disebut tidak ‘ilmiah’.

Saya ingin mencoba karena, lagi dan lagi, pasien-pasien saya seringkali mengalami kemajuan dan kesembuhan dan tampaknya tergantung pada spirit serta keinginan mereka untuk hidup. Saya tidak dapat mengabaikan bahwa pikiran manusia maupun keyakinan yang sering kita kaitkan dengan jiwa, memiliki manifestasi fisik,” ungkap Dr. Herbert.

Sejumlah ahli menyebut kaitan antara spiritualitas dan kesehatan sebagai placebo effect (efek kesembuhan yang dihasilkan dari obat yang tidak mengandung obat, tetapi diyakini sebagai obat).

Setelah melakukan berbagai review, Benson menyimpulkan efek spiritualitas terhadap kesehatan jauh lebih besar dibanding perkiraan yang pernah dibuat pakar-pakar sebelumnya, sekitar 30 persen.

Menurut Benson, efek spiritualitas terhadap kesehatan sekitar 70-90 persen dari keseluruhan efek pengobatan. Artinya, pasien yang berdasarkan perkiraan meths memiliki harapan sembuh 30 persen atau bahkan 10 persen ternyata bisa sembuh total. Tentu tidak semua ilmuwan setuju dengan kesimpulan tersebut.

Beragam hasil riset tentang doa

Banyak riset telah dilakukan oleh para ilmuwan, khususnya di negara negara Barat, tentang manfaat do’a dan religiositas bagi kesehatan, penyembuhan, maupun kasus bunuh diri. Sejumlah riset membuktikan antara lain bahwa orang yang tidak religius ataupun tidak mendapatkan intervensi doa, lebih tinggi risikonya untuk melakukan bunuh diri, lebih rendah tingkat kesembuhan dari penyakit, lebih tinggi risikonya untuk mengalami sakit, dan lebih rentan terhadap penyakit.

Berikut ini contoh hasil riset yang pernah dilakukan:

• Sebuah riset longitudinal (8-10 tahun) yang dilakukan oleh Robbins dan Metzner terhadap 2.700 orang membuktikan bahwa angka kematian pada kelompok yang rajin berdoa atau beribadah lebih rendah dibanding dengan kelompok yang tidak rajin.

• Riset yang dilakukan oleh Zuckerman, Kals, dan Ostfield terhadap warga lanjut usia pun membuktikan hal yang sama: kelompok lansia yang lebih rajin berdoa terbukti lebih panjang umur dibandingkan dengan yang tidak rajin berdoa.

• Penelitian yang dilakukan Cancerellaro, Larson, dan Wilson terhadap para pecandu alkohol, narkotika, dan pasien gangguan jiwa skizofrenia (gila) membuktikan rendah/tak adanya komitmen terhadap agama. Riset juga membuktikan bahwa terapi atau pengobatan yang diberikan kepada mereka berhasil secara optimal bila disertai terapi doa.

• Barry Rosenfeld dan kawan-kawan dari Fordham University dan William Breitbart dari Memorial SloanKettering Cancer dalam riset yang dipublikasikan tahun 2003 membuktikan adanya efek spiritualitas terhadap rasa putus asa pasien penyakit kanker terminal (dianggap tak dapat disembuhkan lagi). Riset membuktikan bahwa spiritualitas menawarkan proteksi atau memberikan efek penyangga dalam melawan keputusasaan pada pasien yang menganggap hidupnya akan segera berakhir.

• Riset lain juga membuktikan adanya kaitan antara sistem imun dengan tingkat spiritualitas dan kondisi emosi.

Tiga ilmuwan mengukur tingkat spiritualitas dan interleukin-6 (IL-6) pada darah pasien penyakit kanker terminal. Terbukti adanya kaitan antara tingkat fungsi imun tubuh dengan suasana hati yang baik dan IL-6. Sebagai catatan, IL-6 adalah protein pada sel-sel yang bekerja untuk mengatur fungsi 5istem imun tubuh.

• Tahun 1998 sebuah studi di California menemukan bahwa enam bulan setelah didoakan secara diam-diam ternyata tingkat kesehatan pasien AIDS terbukti membaik secara signifikan bila dibandingkan tingkat kesehatan kelompok pasien AIDS yang tidak didoakan.

• Tahun 2002, hasil studi yang dilakukan terhadap 39 pasien di ICU membuktikan, mereka yang didoakan bisa keluar dari rumah sakit lebih cepat dibandingkan pasien yang tidak didoakan, walaupun mendapatkan pengobatan yang lama.

Banyak ilmuwan semakin yakin tentang manfaat doa bagi kesehatan, dan riset masih terus dilakukan dengan mencermati beragam sisi.

Doa Memohon Kesembuhan

Sebetulnya dalam setiap agama tidak ada doa khusus penyembuhan yang dibakukan. Itu sebabnya setiap praktisi penyembuhan bisa mengucapkan doa-doa yang berbeda, walaupun harapan mereka sama: pasien sembuh. Berikut ini beberapa contoh do’a yang dipraktikkan.

Untuk mempercepat proses penyembuhan, H.M. Bambang Irawan S., menganjurkan pasiennya untuk berdoa sebagai berikut:

• Astaghfirullah, diucapkan setiap pagi sebanyak 100 kali, lebih sempurna bila dilafalkan sebanyak 1.000 kali.

• Laa ilaaha ilallah, diucapkan setiap pagi sebanyak 100 kali, lebih sempurna bila diucapkan sebanyak 1.000 kali.

• Surat Al-Fatihah, minimal 100 kali sehari, lebih sempurna lagi bila dilafalkan 1.000 kali sepanjang hari.

Sementara itu Prof. Dr. Dadang Hawari, Sp.KJ, selain obat ia juga memberikan kiat penyembuhan sebagai berikut:

• Bertobat

• Yakin Allah yang menyembuhkan.

• Menyadari bahwa penyakit adalah cobaan, karenanya perlu kesabaran.

• Bersikap rida dan melakukan penghapusan dosa.

• Percaya bahwa dalam kesukaran pasti ada kemudahan.

• Menenangkan jiwa.

• Berdoa sebelum dan sesudah minum obat.

• Berdoa sesudah sembuh.

• Berzikir dengan membaca tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah, hasbalah, istighfar, dan lafadh baaqiyaatush shaalihat.

Tiga istilah umum untuk Do’a dalam Islam:

Untuk orang yang berbahasa Inggris kata (pray) berdo’a berlaku untuk semua kegiatan ritual (Sholat, Zikr dan Do’a), sedangkan untuk umat Islam memiliki 3 kata yang berbeda dalam bahasa Arab yang mencakup pemahaman yang lebih luas dari do’a dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk seorang Muslim, setiap tindakan yang baik yang dia lakukan, baik berkomunikasi dengan Allah, menjadi sukarelawan di sebuah bank (badan amal yang membagikan) makanan untuk fakir miskin, berbicara melawan ketidakadilan, atau meminta bantuan Tuhan, pada dasarnya adalah tindakan Do’a.

Zikr (Peringatan): Zikr adalah istilah Arab untuk mengingat Allah, Maha Penyayang. Hal ini tidak terbatas pada do’a dan ibadah yang umat Islam lakukan di sajadah lima kali sehari, melainkan lebih dari itu. Zikr adalah keadaan pikiran. Semua kata-kata pujian untuk memuji dan mengagungkan nama Allh SWT serta memuji kemuliaan Allah, memuji Atribut-Nya, Kesempurnaannya, Kekuasaannya. Seseorang dapat mengucapkan kata kata itu dengan lidah atau mengatakannya secara diam-diam dalam hati, yang dikenal sebagai Zikr atau mengingat Allah.

Mengingat Allah adalah dasar dari perbuatan baik. Nabi Muhammad SAW, berkata, “Perumpamaan orang yang mengingat Tuhannya dan orang yang tidak mengingat-Nya, adalah seperti itu yang hidup dan yang mati”(Riwayat Bukhari dan Muslim)..

Sholat (Ritual Doa): Sholat adalah nama untuk sholat wajib yang dilakukan lima kali sehari atau sholat sunah yang dapat dilaksanakan kapan saja, dan yang merupakan sarana hubungan langsung antara hamba dan Tuhannya. Tidak ada otoritas hirarki dalam Islam, sehingga sholat biasanya dipimpin oleh orang terpelajar yang tahu Al Qur’an dan Hadist, yang dipilih oleh jemaah. Bacaan do’a dalam sholat lima waktu berisi ayat-ayat dari Al-Qur’an, dan dikatakan dalam bahasa Arab, bahasa Wahyu.

Dalam kehidupan sehari-hari Seorang Muslim dijadwalkan lima kali sholat
fardhu (wajib) harian. Dimulai dengan bangun sebelum matahari terbit dan berdo’a Fajr (Sholat Subuh), lalu Sholat Zuhr di tengah hari, Sholat Ashar di sore hari, Sholat Maghrib setelah matahari terbenam, dan Sholat Isya sebelum tengah malam malam. Ada Sholat (do’a) pilihan lain (sunah) yang seorang Muslim dapat melakukan pada waktu lain di siang dan malam. Nabi Muhammad, SAW melaksanakan Sholat Tahajjud berdoa setiap hari sebelum fajar.

Du’a (Doa): Nabi Muhammad SAW, berkata, ‘Du’a (do’a) adalah inti ibadah’ (Riwayat Tirmidhi). “Allah, yang paling Penyayang dari semua yang telah menyayangi, memahami dan mengetahui semua kekhawatiran dan kegelisahan di dalam hati kita bahkan sebelum kita merasakannya. Tetapi Dia masih mendorong kami untuk meminta-Nya langsung untuk apa saja melalui do’a.”.

Do’a dapat dilakukan dengan mengangkat tangan ke arah langit, memohon bantuan Allah dalam bahasa sendiri, dan menyerahkan diri di hadapan-Nya. Atau bisa juga dibuat santai dan diam-diam dalam hati seseorang.

Karena Islam merupakan cara (jalan) hidup (way of life), ada do’a-do’a untuk setiap aspek kehidupan kita. Nabi Muhammad SAW, telah mengajarkan umat Islam untuk melakukannya, mulai dari sebelum makan, untuk pergi ke kamar mandi, untuk mengendarai mobil, untuk meninggalkan rumah. Pokoknya ada Du’a atau doa untuk setiap kegiatan dan kesempatan.

*Ainun Jariyah*.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Pages

Cari Blog Ini

Search

Postingan Populer

Popular Posts

Arsip Blog

Recent Posts