*Kitab Thaharah - Larangan-larangan Bagi Wanita yang Sedang Haidh dan Nifas*.



Assalaamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh
Bismillaahirrohmaanirrohiim

ويحرم بالحيض والنفاس ثمانية أشياء : الصلاة، والصوم، وقراءة القرآن، ومس المصحف وحمله، ودخول المسجد، والطواف، والوطء، والاستمتاع بما بين السرة والركبة.

Ketika wanita mengalami haidh dan nifas, diharamkan baginya delapan perkara, yaitu:
1. Shalat.
2. Puasa.
3. Membaca Al-Qur’an.
4. Memegang dan membawa mushaf.
5. Masuk masjid.
6. Thawaf.
7. Jima’.
8. Bercumbu dengan suami di bagian tubuh yang terletak di antara pusar dan lutut.

Penjelasan :

1. Wanita yang sedang haidh dan nifas dilarang mengerjakan shalat dan puasa. Bukhari (298) dan Muslim (80) meriwayatkan dari Abu Sa’id -rodhiyallohu ‘anhu- bahwa Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda kepada seorang wanita yang bertanya tentang kekurangan agamanya, “Bukanlah jika sedang haidh, engkau tidak mengerjakan sholat dan tidak berpuasa.”

Wanita-wanita yang mengalami haidh dan nifas mengqodho’ puasa, namun tidak mengqodho’ sholat.

Bukhari (315) dan Muslim (335) meriwayatkan hadits, sedang redaksi ini adalah sesuai riwayat Muslim, dari Mu’adzah, dia berkata, Aisyah -rodhiyallohu ‘anhaa- ditanya, “Mengapa peremuan yang mengalami haidh harus mengqodho’ puasa, namun tidak mengqodho’ shalat?” Aisyah menjawab, “Itu menimpa kami ketika bersama Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam-. Kami diperintahkan untuk mengqodho’ puasa, namun tidak diperintahkan untuk mengqodho’ sholat.”

2. Wanita yang sedang haidh dan nifas dilarang membaca Al-Quran. Ibnu Majah (596) meriwayatkan dari Ibnu Umar -rodhiyallohu ’anhumaa-, bahwa Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda,

لاَ يَقْرَاُ الْجُنُبُ وَالْحَائِضُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ.

Orang yang junub dan haidh tidak boleh membaca Al-Quran sedikit pun.

3. Wanita yang sedang haidh dan nifas dilarang memegang dan membawa mushaf. Dasarnya adalah firman Allah -subhaanahu wata’alaa-

لاَ يَمَسُّهُوٓ اِلآَّ ٱلْمُطَهَّرُونَ

Tidak menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan.
(Al-Waqi’ah [56]: 79)

Juga sabda Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam-,

لاَ يَمَسَّ الْقُرْآنَ اِلاَّ طَاهِرٌ.

Tidak ada yang boleh menyentuh Al-Quran, kecuali yang suci.

Hadits ini diriwayatkan oleh Daruquthni secara marfu’ (1/121) dan Imam Malik dalam Al-Muwaththo’ secara mursal (1/199).

4. Wanita yang sedang haidh dan nifas dilarang masuk masjid; baik karena khawatir akan mengotorinya maupun alasan lain. Dia tetap diharamkan berdiam diri dan berbolak-balik ke masjid, bukan sekadar masuk. Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (232) dari Aisyah ­-rodhiyallohu ‘anhaa- dari Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam-, beliau bersabda,

لاَ اُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٍ.

Saya tidak menghalalkan masjid untuk perempuan yang haidh dan orang yang junub.

Ini ditujukan untuk masalah yang disebutkan tadi. Hal itu ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (298) dan selainnya dari Aisyah -rodhiyallohu ‘anhaa-, dia berkata bahwa Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda kepadaku, “Ambilkanlah untukku tikar dari masjid!” Saya berkata, “Saya sedang haidh.” Beliau bersabda, “Haidhmu itu bukan berada di tanganmu.”

Nasa’i (1/147) meriwayatkan dari Maimunah -rodhiyallohu ‘anhaa-, dia berkata, “Salah seorang diantara kami bangkit untuk mengambil tikar di masjid. Kemudian dia membentangkannya, padahal dia dalam keadaan haidh.”

5. Wanita yang sedang haidh dan nifas dilarang mengerjakan thawaf karena larangan ini seperti halnya larangan mengerjakan sholat. Hakim (1/459) meriwayatkan dan menilai shahih sebuah hadits dari Ibnu ‘Abbas -rodhiyallohu ‘anhumaa-, dia berkata: Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda,

اِنَّ الطـَّوَافَ بِالـْبَيْتِ مِثـْلُ الصَّلاَةِ اِلاَّ اَنَّكُمْ تـَتـَكـَلـَّمُوْنَ، فـَمَنْ تـَكـَلـَّمَ فـَلاَ يَتـَكـَلـَّمُ اِلاَّ بـِخَيْرٍ.

Thawaf di Baitulloh itu seperti sholat. Namun demikian, kalian bisa berbicara. Barang siapa ingin berbicara, maka jangan berbicara kecuali yang baik-baik.

6. Wanita yang sedang haidh dan nifas dilarang melakukan jima’. Dasarnya adalah firman Allah -subhaanahu wata’ala-,

فـَاعْتَزِلـُوا النِّسَآءَ فِى الـْمَحِيْضِ ۙ وَلاَ تَـقـْرَبُوْهُنَّ حَتـَّى يَطْهُرْنَ ۚ فـَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأ ْتـُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللهُ ۗ اِنَّ اللهَ يُحِبُّ التـَّوَّابـِيْنَ وَيُحِبُّ الـْمُتـَطَهِّرِيْنَ {۲۲۲}

Oleh sebab itu, jauhkanlah diri kalian dari wanita di waktu haidh dan jangan mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
(Al-Baqarah [2]: 222)

Maksud menjauhkan diri dari mereka adalah tidak berhubungan badan.

7. Wanita yang sedang haidh dan nifas dilarang bercumbu dengan suami di bagian tubuh yang terletak diantara pusar dan lutut. Abu Dawud (212) meriwayatkan dari Abdullah bin Sa’ad -rodhiyallohu ‘anhu- bahwa dia bertanya kepada Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam-, “Apa yang halal bagiku dari istriku ketika dia haidh?” Beliau menjawab, “Engkau boleh bersenang-senang dengan bagian tubuh yang berada di atas sarung.” Artinya, di atas bagian yang ditutup oleh sarung. Sarung adalah pakaian yang menutup bagian tengah badan. Biasanya, bagian yang berada di antara pusar dan lutut.

8. Para ulama bersepakat bahwa hukum nifas sama dengan haidh dalam segala perkara yang dihalalkan maupun diharamkan dan dimakruhkan maupun disunnahkan.


Wallohu A'lam Bishshowab
Alhamdulillaahirrohmaanirrohiim

Wassalaamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh
*Ainun Jariyah*.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Pages

Cari Blog Ini

Search

Postingan Populer

Popular Posts

Arsip Blog

Recent Posts