“Do’a adalah Ibadah” (1)



Kalau Do’a adalah Ibadah, maka kita nyaris terkena suatu hukum bahwa orang yang tidak berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى berarti adalah orang yang telah mengenyampingkan, menyelewengkan tugasnya dalam hidup ini. Kita tahu bahwa kita hidup di dunia ini adalah untuk beribadah. Maka bila seseorang tidak beribadah, berarti orang tersebut telah berkhianat atas amanah dari Allooh سبحانه وتعالى. Dengan demikian pula, maka orang yang tidak berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى, ia pada dasarnya telah berma’shiyat kepada Allooh سبحانه وتعالى. Bila demikian adalah wajar kalau Allooh سبحانه وتعالى murka karena orang tersebut tidak berdo’a kepada-Nya.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS.Ghofir (40) ayat 60 :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Artinya:

“Dan Robb-mu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (berdo’a) kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina“.

Juga Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1490 dan Imaam At Turmudzy no: 3556 dan Imaam Ibnu Maajah no: 3865, yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany, dari Shohabat Salmaan رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا

Artinya:

“Sesungguhnya Robb kalian yang Maha Suci lagi Maha Tinggi itu Maha Malu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya yang jika dia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya untuk mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).”

Juga Hadits Riwayat Imaam At Turmudzy no: 3572, yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat ‘Ubaadah bin Ash Shoomit رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

ما على الأرض مسلم يدعو الله بدعوة إلا آتاه الله إياها أو صرف عنه من السوء مثلها مالم يدع بإثم أو قطيعة رحم فقال رجل من القوم إذا نكثر قال الله أكثر

Artinya:

“Tidaklah seorang muslim diatas muka bumi ini berdoa kepada Allooh dengan suatu doa yang didalamnya tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahmi, melainkan Allooh akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga kemungkinan; (yaitu) dikabulkan segera doanya itu, atau Dia akan menyimpan baginya di akhirat kelak, atau Dia akan menghindarkan darinya keburukan yang semisalnya.”

Maka para Shohabat pun berkata, “Kalau begitu kita memperbanyaknya.”

Beliau صلى الله عليه وسلم pun bersabda, “Allooh lebih banyak (memberikan pahala).”

Itulah perbedaan yang sangat prinsip bahwa kalau do’a itu dimaknakan dengan meminta; maka bandingkanlah betapa jika seseorang meminta kepada makhluk, sekali dipenuhi, dua kali dipenuhi, ketiga kalinya mungkin permintaannya ditolak terkadang disertai gerutuan, merasa jengkel karena seseorang meminta terus-menerus padanya. Namun, alangkah berbedanya bila kita meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى. Semakin kita sering meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى, justru semakin banyak amal shoolih kita disisi Allooh سبحانه وتعالى. Selanjutnya nanti akan kita temukan pula bahwa orang yang tidak berdo’a, tidak meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka justru Allooh سبحانه وتعالى akan murka kepada orang tersebut. Maka tidak perlu ragu, bahwa berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى haruslah kita lakukan sesering mungkin. Kita perbanyak do’a, namun dengan catatan : Tatacara Berdo’a haruslah sesuai dengan tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Walaupun doa itu berarti menyuruh, tetapi doa juga bermakna meminta. Misalnya:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Robbanaa aatinaa fiidunyaa hasanah, wafil aakhiroti hasanah, waqinaa ‘adzaabannaari”

(Ya Allooh, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan lindungilah, peliharalah, serta jagalah kami dari siksa neraka) – QS. Al Baqoroh ayat 201

Kalimat “Anugerahkanlah” ataupun “Lindungilah, Peliharalah, Jagalah” adalah merupakan kalimat permintaan, permohonan dan juga merupakan kalimat “suruhan” atau perintah kita kepada Allooh سبحانه وتعالى. Namun, karena kita adalah hamba-Nya dan yang diminta itu adalah Allooh سبحانه وتعالى, maka yang demikian itu diistilahkan dengan Berdoa.

Do’a adalah Ibadah. Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri yang telah mendefinisikannya. Karena merupakan Ibadah, maka harom hukumnya bagi siapa pun untuk mengarang, merekayasa ataupun menetapkan sediri tentang bagaimana tata caranya berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Do’a itu adalah Ibadah, maka ia termasuk kedalam apa yang dibawa oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan dengan demikian berarti berlakulah kaidah yang telah Rosusulullooh صلى الله عليه وسلم sendiri sampaikan dalam suatu Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 4590, dari ‘Aaisyah رضي الله عنها, yakni:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

(Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa roddun)

Artinya:

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalan tersebut tertolak.”

Oleh karena itu, berdoa hukumnya harom kalau tidak ada tuntunannya dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Maka agar doa kita benar dan insya Allooh akan diterima ataupun dipenuhi permintaan kita itu kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka hendaknya do’a tersebut haruslah kita jaga dan perhatikan agar memenuhi poin-poin berikut ini:

1. Berdo’a haruslah ikhlas karena Allooh سبحانه وتعالى

Do’a harus dilandasi dan didorong oleh motivasi yang benar, yaitu yang disebut dengan Ikhlaashuddu’a Lillaahi Wahdah. Berdo’a kita itu haruslah ikhlas karena Alloohسبحانه وتعالى.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Ghofir (40) ayat 65 :

هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Artinya:

“Dialah Yang hidup kekal, tiada ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allooh Robb semesta alam.”

Juga Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Bayyinah (98) ayat 5:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء

Artinya:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allooh dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…”

Ikhlas berdo’a kepada Allooh سبحانه وتعالى itu ialah:

a) Meyakini bahwa hanya Allooh سبحانه وتعالى lah tempat kita meminta dan memohon

b) Meyakini bahwa yang bisa memenuhi permintaan dan permohonan kita itu hanyalah Allooh سبحانه وتعالى

c) Kita banyak punya kebutuhan, dengan kata lain adalah bahwa kita ini makhluk yang lemah dan banyak kekurangannya. Yang bisa memenuhi kebutuhan kita itu hanyalah Allooh سبحانه وتعالى, tidak ada yang lain selain-Nya.

Kalau ada didalam benak atau pikiran kita selain Allooh سبحانه وتعالى yang akan memungkinkan terpenuhinya permintaan kita, maka kita telah berbuat syirik dalam berdo’a. Maka fokus dari do’a itu haruslah ditujukan kepada Alloohسبحانه وتعالى semata.

d) Hanya berdo’a dengan tatacara yang datang dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Ikhlas yang seperti ini perlu selalu kita koreksi, jangan sampai kita itu berdo’a tergantung karena sebab tertentu saja. Berarti hanya kalau butuh saja lalu datang (berdoa) kepada Allooh سبحانه وتعالى, kalau tidak butuh maka ia lantas tidak datang kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Supaya tidak demikian, maka kapan dan dimana saja haruslah berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى itu kita ladzimkan. Bahkan dalam perkara yang kecil saja, kita hendaknya senantiasa meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Ikhlaas (112) ayat 1-2:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢

Artinya:

(1) “Katakanlah: “Dia-lah Allooh, Yang Maha Esa,

(2) Allooh adalah Robb yang bergantung (meminta) kepada-Nya segala sesuatu.”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam suatu riwayat bahkan meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى hanya karena terompahnya hilang. Demikian pula para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, seluruh permasalahan yang hendak dilakukannya, mereka itu senantiasa ber-istikhoroh (meminta pilihan yang terbaik) kepada Allooh سبحانه وتعالى. Hal ini menunjukkan bahwa mereka itu yang semakin menggunung keimanannya kepada Allooh سبحانه وتعالى, semakinlah mereka bergantung kepada Allooh سبحانه وتعالى. Sementara kita sering melihat bahwa kaum muslimin yang imannya semakin rapuh itu maka mereka semakin jauh dari meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى bahkan akhirnya mereka meminta kepada selain Allooh سبحانه وتعالى, seperti datang ke dukun, ke paranormal, dan lain sebagainya yang dapat menjerumuskan mereka kepada jurang kesyirikan.

2. Berdoa hendaknya (sebaiknya) dalam keadaan suci

Yakni bersuci atau suci dari hadats besar maupun hadats kecil dan suci daripada najis, walaupun ini hukumnya tidaklah Wajib. Tetapi kalau kita ingin mencari peluang agar doa kita dikabulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka penuhilah kode etiknya.

Kita tahu bahwa untuk menghadap manusia saja, kita berusaha untuk berapih diri dan berharum-harum, apalagi tentunya bila hendak menghadap kepada Allooh سبحانه وتعالى, tentulah harus lebih daripada itu.

Maka hendaknya kita jaga kesucian diri kita, seperti yang menjadi bagian dari kehidupan para Shohabat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah mereka itu senantiasa menjaga wudhunya. Bila batal, segera berwudhu lagi. Dan selalu berada “dalam keadaan wudhu” adalah merupakan Sunnah yang ditaqriirkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

3. Berdoa dengan mengangkat kedua tangan

Didalam beberapa Hadits, bisa kita temukan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kadang-kadang berdoa dengan mengangkat kedua belah tangan beliau, bahkan sampai kelihatan ketiaknya yang putih sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Imaam Muslim رحمه الله no: 2111, bahwa:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِى الدُّعَاءِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ

Artinya:

Dari Anas رضي الله عنه berkata, “Aku melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengangkat kedua tangannya dalam berdoa, sehingga terlihat putih ketiaknya.”

Namun haruslah kita ketahui bahwa berdoa dengan cara mengangkat kedua tangan ini adalah Mutlaq. Maka tida bisa dikhususkan untuk doa-doa tertentu saja. Jadi kapan saja, dimana saja, kebutuhan apa saja, boleh kita berdoa dengan mengangkat kedua tangan dan boleh juga dengan tidak mengangkat kedua tangan.

Hendaknya dipahami bahwa bukan berarti mengangkat kedua tangan itu harus dilakukan dalam setiap doa. Tidak demikian hukumnya, karena tidak ada yang me-muqoyyat-kan hadits tersebut. Oleh karenanya, hukum berdoa dengan mengangkat kedua tangan itu sifatnya adalah Mutlaq.

Dalam Hadits yang lain, diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud رحمه الله no: 1488 dan dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat Maalik bin Yasar رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda,

إِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلاَ تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا

Artinya:

“Jika kalian memohon kepada Allooh, maka mintalah kepada Allooh dengan telapak tanganmu, tetapi tidak dengan punggung tanganmu.”

Ada sebagian kalangan masyarakat di Indonesia yang meyakini bahwa apabila meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى maka dengan menggunakan telapak tangan, lalu apabila meminta untuk dijauhkan atau menolak sesuatu maka adalah dengan menelungkupkan tangannya (menggunakan punggung tangannya). Ini adalah keyakinan yang salah, karena bertentangan dengan kandungan Hadits di atas.

Ada pula kekeliruan yang dilakukan oleh sebagian kalangan di masyarakat kita, yang ketika duduk Tasyahhud Akhir, maka ia salam, menoleh ke kanan dengan tangan kanan ditelentangkan, lalu ia kembali salam ke kiri dengan tangan kiri ditelentangkan. Ini adalah tidak benar, karena tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk melakukan hal seperti ini. Kalau masih ada masyarakat kita yang berbuat seperti ini, hendaknya segera diperbaiki.

Ada lagi kekeliruan dari sebagian orang yang apabila mereka berdoa, “Alloohummarzuqna (Ya Allooh, berilah kami rizqy)”, maka diangkatlah kedua telapak tangannya, ditelentangkan. Tetapi ketia ia berdoa, “Ya Allooh, jauhkanlah kami dari bala’”, maka ia telungkupkan kedua tangannya. Cara yang seperti ini adalah salah, karena tidak ada landasan dalilnya sama sekali.

Justru yang benar adalah: Bila kalian meminta, (meminta itu ada dua jenis) – baik meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى untuk dipenuhi sesuatu ataupun meminta kepada Allooh سبحانه وتعالى untuk dijauhkan dari sesuatu; maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada kita agar berdoanya adalah dengan menggunakan kedua telapak tangan.

Bahkan dalam Hadits yang lain, sebagaimana diriwayatkan oleh Imaam Ahmad رحمه الله no: 21994, kata Syaikh Syuaib Al Arnaa’uth sanadnya shohiih, bahwa:

عَنْ عُمَيْرٍ مَوْلَى آبِي اللَّحْمِ أَنَّهُ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَسْقِي عِنْدَ أَحْجَارِ الزَّيْتِ قَرِيبًا مِنْ الزَّوْرَاءِ قَائِمًا يَدْعُو يَسْتَسْقِي رَافِعًا كَفَّيْهِ لَا يُجَاوِزُ بِهِمَا رَأْسَهُ مُقْبِلٌ بِبَاطِنِ كَفَّيْهِ إِلَى وَجْهِهِ

Artinya:

Dari ‘Umair Maulaa Abi Al Lahm رضي الله عنه, bahwa beliau melihat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم memohon hujan di batu minyak dekat dengan Az Zauroo’ dalam keadaan berdiri berdo’a sembari mengangkat kedua telapak tangannya, tidak melampaui tinggi kepalanya, menghadapkan telapak tangannya ke wajahnya.

4. Memulai berdoa hendaknya dengan mengucapkan Hamdalah

Bila kita memulai berdoa hendaknya dengan mengucapkan Hamdalah atau dengan memuji Allooh سبحانه وتعالى terlebih dahulu. Sanjunglah dan pujilah Allooh سبحانه وتعالى, walaupun Allooh سبحانه وتعالى sesungguhnya tidak memerlukan pujian ataupun sanjungan kita, tetapi itu adalah bagian dari penghambaan diri kita kepada-Nya.

Kita memuji dan menyanjung Allooh سبحانه وتعالى itu karena memang Allooh سبحانه وتعالى berhaq untuk disanjung dan dipuji.

Bukankah Allooh سبحانه وتعالى telah menghidupkan dan menghidupi diri kita sampai saat ini? Bukankah Allooh سبحانه وتعالى telah memberikan kita sehat wal ‘aafiyat? Bukankah Allooh سبحانه وتعالى telah memenuhi seluruh kebutuhan kita sejak dahulu?

Karena itu wajarlah dan sungguh Allooh سبحانه وتعالى itu berhaq untuk kita sanjung dan kita puji.

Dalam suatu Hadits Shohiih yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud رحمه الله no: 1483 dan Imaam At Turmudzy رحمه الله no: 3477, yang dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat Fadhoolah bin ‘Ubaiid رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pada suatu hari mendengar seseorang yang berdoa dalam sholatnya tetapi ia tidak memuji Allooh سبحانه وتعالى terlebih dahulu, juga tidak mengucapkan sholawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, maka Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun bersabda, “Orang ini telah tergesa-gesa.”

Dan setelah selesai sholatnya, dipanggillah orang tersebut, lalu beliau صلى الله عليه وسلم bersabda,

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ رَبِّهِ جَلَّ وَعَزَّ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ يُصَلِّى عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ يَدْعُو بَعْدُ بِمَا شَاءَ

Artinya:

“Jika salah seorang dari kalian berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka mulailah kalian dengan memuji (menyanjung) Allooh سبحانه وتعالى, kemudian mengucapkan sholawat atas Nabi, kemudian berdoa setelahnya dengan apa yang kalian mau.”

Dengan demikian, janganlah lupa ketika berdoa itu, jangan langsung menyampaikan permintaan tanpa menyanjung Allooh سبحانه وتعالى dan menyampaikan sholawat terhadap Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم terlebih dahulu. Karena yang demikian itu, adalah kurang baik didalam adabnya.

Sebagai contoh didalam Hukum Fiqih, apabila ada seorang laki-laki yang sholat dengan hanya menutup aurotnya antara lutut sampai dengan pusarnya, maka sholatnya sah-sah saja, tetapi kurang utama, karena sebagaimana dijelaskan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits Riwayat Imaam An Nasaa’i no: 769 dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه bahwa:

لا يصلين أحدكم في الثوب الواحد ليس على عاتقه منه شيء

Artinya:

“Janganlah salah seorang diantara kalian sholat dalam satu sarung, yang tidak ada diatas pundaknya sesuatu (baju) apapun.”

Demikian pula halnya didalam masalah berdoa. Kalau kita ingin doa kita didengar dan benar-benar diperhatikan oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka pujilah Allooh سبحانه وتعالى terlebih dahulu dan seterusnya.

5. Mengucapkan sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم

Didalam suatu Atsar dari Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه, bahwa beliau berkata:

كل دعاء محجوب عن السماء حتى يصلى على محمد و على آل محمد صلى الله عليه و سلم

Artinya:

“Setiap doa akan terhalang dari langit sampai dia mengucapkan sholawat atas Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.” (Hadits Riwayat Imaam Al Baihaqy no: 1575 di-hasankan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany dalam Kitab Shohiih Al Jaami’ush Shoghiir no: 8652)

Juga ‘Umar bin Khoththoob رضي الله عنه berkata:

الدعاء موقوف بين السماء والأرض لا يصعد إلا بالصلاة على النبي محمد صلى الله عليه وسلم

Artinya:

“Doa itu terhenti antara langit dan bumi, tidak naik kecuali dengan sholawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.”

Dengan demikian, bila kita hendak meminta dan berdoa kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka terlebih dahulu pujilah Allooh سبحانه وتعالى dan ucapkanlah sholawat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, baru setelahnya berdoa atau menyampaikan apa yang diminta; sebagaimana telah dijelaskan dalam Hadits-Hadits diatas.

Sedangkan sholawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم itu tidak perlu menyulitkan diri. Sholawat yang paling benar adalah sebagaimana yang biasa kita gunakan didalam sholat kita, antara lain adalah:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa Aali Muhammad kamaa shollaita ‘alaa Ibroohiima wa ‘alaa aali Ibroohima wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa Ibroohiima wa ‘alaa aali Ibroohima innaka hamidum majiid.”

Artinya:

“Ya Allooh limpahkanlah sholawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan sholawat atas Ibroohim dan keluarga Ibroohim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung.”

(Hadits Shohiih Riwayat Imam Al Bukhoory dan Imam Muslim, dari Ka’ab bin ‘Ujroh رضي الله عنه)

Tidak perlu menyulitkan diri dengan membaca sholawat yang tidak ada tuntunannya dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم seperti sholawat Nariyah atau sholawat Badriyah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kita. Tidak ada ajaran didalam dienul Islam itu yang sulit. Justru yang membuat sulit adalah orang-orang yang mengaku dirinya selalu dekat dengan Allooh سبحانه وتعالى, dan ingin disebut sebagai orang yang paling bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى, namun justru dia adalah orang yang jauh dari Allooh سبحانه وتعالى karena ia beribadah dengan cara-cara yang tidak ada tuntunannya dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم (Bid’ah).

Sehingga dia terancam, karena menyelisihi firman Allooh سبحانه وتعالى berikut ini:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ …


Artinya:

“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allooh, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allooh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu…” (QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 31)

Juga firman Allooh سبحانه وتعالى berikut ini :


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allooh dan ta`atilah Rosuul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allooh (Al Qur’an) dan Rosuul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allooh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa’ (4) ayat 59)

Maka bila kita ingin dekat dengan Allooh سبحانه وتعالى, beribadahlah dengan apa-apa yang telah Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berikan tuntunannya (Sunnah), dan bukan dengan cara-cara Bid’ah.

6. Ketika berdoa, mulailah dengan berdoa untuk diri sendiri terlebih dahulu

Sebelum kita berdoa untuk keluarga kita, untuk anak kita, atau untuk kaum muslimin yang lainnya, maka berdoalah untuk diri sendiri terlebih dahulu. Hal ini adalah sebagaimana yang dicontohkan di Al Qur’an dan Hadits.

Allooh سبحانه وتعالى menghikayatkan bahwa para Nabi berdoa kepada-Nya dengan mengutamakan dan mendahulukan dirinya sendiri terlebih dahulu, barulah untuk yang selain dirinya. Contohnya adalah dalam QS Nuh (71) ayat 28 sebagai berikut:

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِناً وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَاراً

Artinya:

“Ya Robb-ku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.”

Pada ayat tersebut, doa yang pertama adalah ditujukan untuk diri sendiri, baru sesudahnya untuk ibu bapak, dan sesudahnya barulah untuk orang selainnya.

Perhatikanlah juga dalam QS Al A’roof (7) ayat 151 :

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلأَخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

Artinya:

“Musa berdo`a: “Ya Robb-ku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para Penyayang“.

Juga dalam Hadits Shohiih yang diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud رحمه الله no: 3986 dan Imaam At Turmudzy: 3385 رحمه الله dan Imaam Ibnu Hibban رحمه الله, no: 988, dari Shohabat ‘Ubay bin Ka’ab رضي الله عنه, yaitu:

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان إذا ذكر أحدا فدعا له بدأ بنفسه

Artinya:

“Bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم jika ingat seseorang dan mendoakannya, beliau صلى الله عليه وسلم memulai dari dirinya sendiri.”

Contohnya adalah do’a sebagai berikut:

“Ghafaralloohu lii walaka”

(Semoga Allooh سبحانه وتعالى mengampuni aku dan kamu)

dan :

“Ahsanalloohu ilaiya wa ilaikum”

(Semoga Allooh سبحانه وتعالى memberikan kebaikan kepadaku dan kepada kalian).

Jadi, pada intinya, bila kita berdoa maka pertama kali adalah untuk diri kita, selanjutnya adalah untuk orang lain.

*Ainun Jariyah*.(cpt).
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Pages

Cari Blog Ini

Search

Postingan Populer

Popular Posts

Arsip Blog

Recent Posts