*Menghindari Perpecahan (bag. I).
Sebelum membicarakan perpecahan, ada baiknya kita membicarakan terlebih dulu tentang ikhtilaf yang merupakan akar perpecahan. Ketahuilah, ikhtilaf (perselisihan) adalah sunnatullah yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَيَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ . إِلاَّمَن رَّحِمَ رَبُّكَ
Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. [Hud:118-119]
Jadi, ikhtilaf merupakan suratan takdir yang Allah kehendaki, tetapi Allah tidak meridhainya. Jika ada yang bertanya, ’bagaimana mungkin dua perkara dapat bersatu, yakni kehendak Allah dan kebencian-Nya?’ Maka jawabnya ialah, kehendak itu ada dua macam. Yaitu kehendak untuk diri sendiri dan kehendak untuk orang lain.
Adapun kehendak untuk diri sendiri, sudah pasti disukai dan disenangi, karena di dalamnya pasti terdapat kebaikan. Sedangkan kehendak untuk orang lain, adakalanya memang ia menghendakinya, namun ia tidak mendapat keuntungan apapun darinya. Hanya sebagai wasilah untuk mendapat sesuatu yang dikehendaki dan diinginkan, meskipun sebenarnya tidak disukai.
Sebagai contoh, obat yang pahit sekali tentu sangat tidak disukai. Apabila diketahui, bahwa hanya dengan meminumnya kesembuhan baru dapat diperoleh, maka ia harus meminumnya. Contoh lainnya, seorang yang harus menempuh perjalanan yang berat dan sulit, namun bila diketahui bahwa hanya bisa sampai ke tempat tujuan dengan menempuhnya, maka ia harus menempuhnya.
Oleh sebab itu, tidak dibenarkan menutupi perselisihan atau menyembunyikannya, berlindung dibalik perselisihan atau menjadikannya sebagai tameng. Sebab kebenaran pasti akan tampak, meski bagaimanapun usaha untuk mencegahnya. Dan juga, mengenal letak-letak kesalahan merupakan kewajiban setiap muslim. Agar mengtahui kedudukan mereka. Sehingga tidak menghadapi masalah yang sama berulang kali. Ditambah lagi, bahwa menyembunyikan perselisihan dan menampakkan persatuan semu merupakan tradisi orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Sekiranya mereka sadar, tentunya akan berusaha menyelesaikan segala perselisihan dari akarnya. Sehingga dapat bersatu dan terhindar dari perpecahan. Sebaliknya, mereka menampakkan seolah-olah bersatu padu.
Menyembunyikan perselisihan, merupakan tindakan yang dapat membinasakan pribadi maupun kelompok. Juga merupakan sebab kehancuran masyarakat dan kemunduran budaya. Disamping dapat mendatangkan laknat yang pernah dijatuhkan atas Bani Israil, karena tidak saling mencegah perbuatan mungkar diantara mereka. Allah berfirman,
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوا يَعْتَدُونَ . كَانُوا لاَيَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. [Al Maidah:78-79].
Mengetahui letak kesalahan dan memperbaikinya, merupakan keselamatan dan kekuatan bagi umat. Menyembunyikan perselisihan dan mendiamkannya, dengan alasan dapat mengganggu umat Islam dan mengacau-balaukan barisan kaum mukminin, termasuk kekeliruan berpikir manusia dan tipu daya syetan.
Pada hakikatnya, kaum muslimin tidak bisa terlepas dari penyakit-penyakit umat terdahulu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,"Umat ini akan dijangkiti penyakit-penyakit umat terdahulu."
Para sahabat bertanya,"Wahai Rasulullah, apakah penyakit umat terdahulu itu?" Rasulullah n menjawab, "Takabbur, sombong, bermegah-megahan dan berlomba-lomba mengejar dunia, saling membenci, saling hasad hingga terjadilah kedurhakaan."[1]
Di sisi lain, kaum muslimin dituntut agar menjadi umat yang satu. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka sembahlah Aku. [Al Anbiya:92].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengumpamakan umat ini seperti tubuh yang satu. Jika salah satu dari anggota tubuh mengeluh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan panas. Setiap kali muncul perpecahan diantara kaum muslimin, pasti akan menimbulkan dampak negatif. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَأَطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ وَلاَتَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu [Al Anfal:46].
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyatukan kaum muslimin, setelah dahulunya mereka terpecah-belah. Pada masa Jahiliyah, mereka berpecah-belah dan saling memusuhi satu sama lain. Bahkan diantara satu kabilah saja, saling bermusuhan. Apalagi antara satu kabilah dengan kabilah lainnya. Peperangan dan persengketaan terus terjadi seakan tiada ujungnya. Bangsa Arab ketika itu, tercabik-cabik, terpecah-belah dan saling membenci. Kesetiaan hanya diberikan kepada kabilah masing-masing. Setiap kabilah memerangi kabilah lainnya. Yang kuat memakan yang lemah. Yang zhalim menguasai yang teraniaya.
Setelah Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus RasulNya dengan membawa hidayah dan dien yang haq, mengajak manusia kepada agama Allah, mengajak mereka agar menaati Allah dan RasulNya, maka sirnalah permusuhan diantara mereka dan berganti menjadi persaudaraan yang saling mengasihi satu sama lain. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang keadaan ini:
فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara. [Ali Imran 103].
Permusuhan itu berganti menjadi persaudaraan berkat nikmat Allah. Yaitu nikmat iman dan ittiba' (ketaatan) kepada Rasul. Mereka, tidaklah disatukan dengan harta atau ambisi. Yang mempersatukan mereka hanyalah iman dan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mempersatukan mereka bukan dengan materi dunia atau harta yang dihamburkan-hamburkan buat mereka. Sebab hanya hal itu saja, tidak akan mampu mempersatukan hati yang saling bercerai -berai. Bukankah Allah SUbhanahu wa Ta'ala telah berfirman:
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنفَقْتَ مَافِي اْلأَرْضِ جَمِيعًا مَّآأَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمٌْ
Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. [Al Anfal:63].
Islam merupakan dien yang haq. Dien yang telah menyatukan hati yang tercerai-berai dan saling bermusuhan. Dengan hati yang satu itu, kaum muslimin meluaskan daulah Islam membentang melewati Jazirah Arab sampai ke seantero penjuru dunia. Umat Islam tersebar dari barat sampai ke timur, dari utara sampai ke selatan, menjadi daulah yang satu. Dien inipun tersebar ke seluruh penjuru dunia. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengabadikannya dalam Al Qur'an:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dialah yang mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walupun orang-orang musyrik tidak menyukainya. [At Taubah:33].
Terwujudlah apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala janjikan kepada mereka. Dien ini berhasil mengatasi segala agama. Hati kaum muslimin, yang Arab maupun non Arab, menjadi bersatu-padu. Dalam kesempatan ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
كُلُّكُمْ مِنْ آدَمَ وَ آدَمُ مِنْ تُرَابٍ لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِأَبْيَضَ عَلَى أَسْوَدَ إِلَّا بِالتَّقْوَى
Kalian semua berasal dari Adam, dan Adam dibuat dari tanah, tidak ada keutamaan orang Arab atas orang non Arab, orang kulit putih atas orang kulit hitam, kecuali dengan ketakwaan.
Dengan itulah Islam menyatukan hati dan bangsa, hingga menjadi umat yang satu dan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Tidak akan ada yang mampu menyatukan hati dan merajut persatuan antara kelompok yang saling bertikai, kecuali dien ini. Dien yang dimaksud di sini ialah dien yang shahih. Karena dien yang palsu tidak akan mampu menyatukan hati, bahkan sebaliknya memecah-belah dan mencerai-beraikan hati. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَىْءٍ إِنَّمَآأَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ يُنَبِئُهُم بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. [Al An’am:159].
Dien yang dahulu telah berhasil menyatukan hati kaum muslimin inilah yang mampu menyatukan hati mereka kaum muslimin sekarang, sampai hari kemudian kelak dengan izin Allah. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Darul Hijrah Malik bin Anas rahimahullah ,"Tidak akan baik generasi akhir umat ini, kecuali dengan apa-apa yang telah menjadikan baik generasi awalnya."
Perkara yang telah menyatukan umat Islam dahulu itulah yang dapat menyatukan mereka sekarang. Dan perkara yang telah menyatukan generasi awal umat ini, ialah dien yang shahih. Generasi akhir umat ini tidak akan menjadi bersatu, kecuali dengan menegakkan dien yang shahih, aqidah yang bersih dan ketaatan (ittiba') yang murni kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [An Nisa’:59].
Yakni lebih baik untuk masa sekarang dan lebih baik untuk masa mendatang. Arti kata ta'wila dalam ayat di atas bermakna akibat dan kesudahannya. Agama inilah yang mampu menyelesaikan segala macam bentuk pertikaian dan yang mampu mengembalikan kebenaran pada tempatnya semula. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَااخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَىْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللهِ ذَلِكُمُ اللهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Rabbku. KepadaNya-lah aku bertawakkal dan kepadaNya-lah aku kembali.[Asy Syura:10].
Penegakan agama ini dengan ikhlas dan benar, akan dapat menyatukan hati yang berselisih dan menyelesaikan segala macam bentuk perpecahan di antara manusia. Mungkin ada yang bertanya, realita yang kami saksikan, bahwa kaum muslimin berselisih dan berpecah-belah?
Jawabannya, berarti mereka belum menegakkan dien ini sebagaimana mestinya. Pasti ada kekeliruan dalam pelaksanaannya. Atau bukanlah termasuk dien yang tegak seperti yang diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla. Maka, menurut skala besar-kecilnya kekeliruan dalam penegakan agama ini, begitu pulalah kadar perselisihan dan perpecahan yang terjadi. Sekiranya dien ini ditegakkan dengan benar sebagaimana yang diperintahkan Allah, niscaya tidak
akan terjadi perpecahan dan perselisihan selama-lamanya di antara kaum muslimin. Sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan memungkiri janjiNya. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan, bahwa Dia telah menjanjikan bagi siapa saja yang menegakkan dien ini dengan benar, mereka pasti terhindar dari perselisihan dan pertikaian yang menyebabkan mereka terpecah-belah.
*Ainun Jariyah*.(cpt).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar