*Tunduk Kepada Syariat Allah Sikap Seorang Mukmin*.



Diwajibkan bagi seorang Mukmin untuk menerima semua hukum Allah swt serta tunduk kepadanya baik dalam perkara-perkara yang bisa dicerna oleh akalnya maupun tidak. Seorang mukmin haruslah meyakini bahwa tidaklah Allah menentukan halal atau haram pada sesuatu kecuali didalamnya terdapat kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya. Firman Allah swt:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا (36)

Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab [33] : 36)

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (51)

Artinya: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami taat". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nuur [24] : 51)

Dalil-Dalil Diharamkannya Khamr, Judi dan Zina

Sebagaimana telah diketahui oleh kaum muslimin bahwa khamr (minuman keras), perjudian dan perzinahan adalah perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah swt berdasarkan kitab, sunnah dan ijma ahli ilmu.

Beberapa dalil tentang pengharaman khamr dan perjudian, diantaranya:

Firman Allah swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (90) إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ (91)

Artiny : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Maidah [5] : 90-91)

Abu Daud dan Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Semoga Allah melaknat khamr, peminumnya, yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang diperaskannya, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan kepadanya'."

Kata-kata laknat didalam hadits tersebut menunjukkan perbuatan itu tergolong dosa besar di sisi Allah swt.

Adapun dalil tentang diharamkan perzinahan dan termasuk dosa besar, diantaranya firman Allah swt:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا (32)

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra [17] : 32)

Sedangkan diantara dalil hadits adalah apa yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim; Dari 'Abdullah dia berkata, "Aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; 'Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?' Beliau menjawab, 'Bila kamu menyekutukan Allah, padahal dialah yang menciptakanmu'. Aku berkata, 'tentu itu sungguh besar'. Aku bertanya lagi, 'Kemudian apa?' Beliau menjawab, 'Apabila kami membunuh anakmu karena takut membuat kelaparan'. Aku bertanya lagi, 'kemudian apa?' beliau menjawab, 'Berzina dengan istri tetanggamu'."

Kesempurnaan iman seorang Muslim juga ditentukan dengan penerimaan dan ketundukannya kepada syariat Allah swt. Keraguan sedikit saja terhadapnya maka ia telah merusak keimanannya. al Lajnah ad Daimah didalam fatwanya No. 19446 menyebutkan bahwa barangsiapa yang berkeyakinan selain itu—diharamkannya khamr—sementara dia mengetahui keharamannya—maka ia murtad karena mengingkari apa yang telah diketahui keharamannya secara umum dalam agama islam berdasarkan dalil-dalil syar’i dan ijma ahli ilmu.

Hukum Pengambilan Pajak dari Barang-barang atau Perbuatan Haram

Sudah menjadi rahasia umum serta didukung dengan dalil-dalil qath’i bahwa khamr, perjudian dan perzinahan adalah perbuatan yang diharamkan Allah swt. Oleh karena itu tidak diperbolehkan bagi negara mengambil pajak dari perdagangan khamr, judi atau tempat-tempat perzinahan berapa pun besar prosentasenya dan apa pun alasannya. Mengambil pajak darinya bisa berarti ridho dengan kemunkaran tersebut dan termasuk bekerjasama dalam perbuatan dosa dan maksiat yang dilarang Allah swt:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: “Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah [5] : 2)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS. An-Nisaa [4] : 29)

Pajak hanya bisa diambil dari barang-barang yang dihalalkan Allah yang disertai persyaratan tidak cukupnya keuangan baitul mal dan diharuskan pengembalian manfaat dari pajak seluruhnya kepada rakyat.

Abu Daud meriwayatkan dari 'Uqbah bin 'Amir, ia berkata; "Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak secara zhalim'."

Berbagai Alasan yang Tertolak

Begitu pula alasan pembatasan jual beli khamr, tempat-tempat perjudian atau perzinahan atau membatasi para pengunjung dan penggunanya hanya pada orang-orang non muslim atau orang-orang tertentu saja maka sungguh alasan yang tidak bisa diterima agama karena termasuk bentuk taawun (bekerja sama dalam kemaksiatan).

Jumhur ulama berpendapat bahwa haram hukumnya jual beli khamr kepada orang-orang non Muslim karena bermuamalah dengan orang-orang kafir dalam perkara yang diharamkan Allah swt adalah haram baik hal itu dilakukan di negeri-negeri Islam maupun negeri-negeri kafir. Dan pada dasarnya khamr juga diharamkan didalam agama Nasrani, sebagaimana pendapat ahli ilmu. Dari pendapat jumhur tersebut bisa disimpulkan bahwa diharamkan pula melegalkan perjudian atau perzinahan meski hanya untuk orang-orang tertentu terlebih lagi di negeri yang mayoritas Muslim.

Seorang yang beriman akan mendahulukan iman didalam hatinya daripada akal fikirannya ketika dihadapkan oleh hukum dan syariat Allah swt. Ia akan mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan menghalalkan apa-apa yang dihalalkan-Nya meskipun akal fikirannya bertentangan dengannya atau belum bisa mencernanya.

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (65)

Artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa [4] : 65)

Setelah itu dia bertawakal sepenuhnya kepada Allah swt. Karena dengan keimanan yang penuh kepada Allah swt disertai ketawakalan kepada-Nya maka berbagai problema atau permasalahan yang muncul setelah itu pasti akan mendapatkan jalan keluar dari Allah swt.

Termasuk dalam hal ini adalah kekhawatiran bahwa psk akan berkeliaran jika tidak dilokalisasi, tempat-tempat perjudian akan merebak dimana-mana jika tidak dilokalisir. Sesungguhnya itu semua adalah kekhawatiran-kekhawatiran yang belum tentu terjadi jika penutupan secara mutlak dilakukan sementara kerusakan dari perbuatan maksiat tersebut selama ini telah nyata didepan mata. Tentunya berpegang dengan sesuatu yang sudah pasti terjadi di depan mata lebih diutamakan daripada berpegang dengan sesuatu yang masih diragukan kejadiannya.

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ

Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.” (QS. Ath-Thalaq [65] : 2-3)

Bertahap dalam Penerapan bukan Bertahap dalam Hukum Syariat

Adapun alasan perlunya bertahap dalam menghilangkan khamr, perjudian atau perzinahan dengan cara-cara menaikan pajak, melokalisir, atau membatasi pengunjungnya dengan berdalil pada tahapan pengharaman khamr pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak benar dan menggunakan dalil yang benar untuk tujuan yang salah.

Betul bahwa syariat islam diturunkan tidak sekaligus akan tetapi dengan cara bertahap, sedikit demi sedikit sehingga menjadi sempurna. Hal ini bisa kita lihat pada diturunkannya al Qur’an sebagaimana firman Allah swt :

وَقُرْآَنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا (106)

Artinya: “Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Israa [17] : 106)

Begitu juga dengan pengharaman khamr dan riba dengan cara bertahap kepada generasi pertama umat ini di masa-masa awal islam. Akan tetapi tahapan-tahapan yang disebutkan pada dalil-dalil diatas bukan menjadi alasan pada hari ini untuk bertahap pula dalam pengharaman khamr, judi dan zina secara mutlak. Karena tahapan-tahapan tersebut terjadi pada masa-masa awal islam sementara pada hari ini agama islam telah sempurna dan syariat Allah telah diteguhkan, sebagaimana firman-Nya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah [5] : 2-3)

Jadi bertahap yang dimaksudkan di sini adalah bertahap dalam penerapan undang-undang syariat bukan bertahap dalam hukum syariat karena hukum terhadap khamr, judi atau zina telah final yaitu haram. Hal ini mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang mengarahkan atau mendekatkannya kepada perbuatan haram tersebut adalah haram.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا (32)

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra [17] : 32)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (90)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah [5] : 90) ... kata yang digunakan pada kedua ayat tersebut adalah “janganlah kamu mendekati” dan “jauhilah” hal ini mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang bisa mendekatkan kepada perbuatan haram tersebut adalah haram.

Kalaulah dibolehkan seseorang berpendapat hari ini bahwa untuk menghilangkan khamr, judi atau zina dengan cara menaikkan pajaknya hingga puluhan persen, atau hanya diberlakukan di tempat-tempat khusus, atau untuk orang-orang tertentu saja maka bisa pula kemudian dikatakan pada saat sekarang ini riba dibolehkan jika sedikit, atau dibolehkan untuk orang-orang tertentu, atau boleh jika di tempatkan pada lokasi-lokasi tertentu?! Jika demikian sama saja artinya mengharamkan khamr atau riba pada keadaan tertentu dan menghalalkannya pada keadaan yang lain, mengharamkannya terhadap orang-orang tertentu dan menghalalkannya terhadap yang lainnya padahal syariat Allah swt terhadap pengharamannya telah sempurna.

Inilah yang dimaksud dengan tidak tadarruj (bertahap) dalam hukum syariat yang telah ditetapkan Allah swt.

Adapun bertahap dalam penerapan hukum-hukum syariat adalah menerapkan perundang-undangan yang berdasarkan syariat Allah itu disesuaikan dengan kesiapan negeri tersebut. Jika suatu negeri baru memiliki kesiapan untuk menerapkan hukum pengharaman riba didalam setiap pratek-pratek muamalah maka hukum pengharaman riba ini harus diterapkan. Kemudian apabila negeri ini telah memiliki kesiapan untuk penerapan had (hukum Islam) terhadap para pencuri maka penerapan hukum islam terhadap pencuri ini pun harus segera diterapkan. Dengan terus berusaha dan memiliki kemauan kuat untuk merubah hukum buatan manusia dengan hukum Allah swt secara bertahap, sedikit demi sedikit maka hukum Allah seluruhnya bisa diterapkan di negeri tersebut.

Firman Allah swt :

Artinya : "Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu." (QS. at Taghabun : 16)

Wallahu A’lam.

*Ainun Jariyah*.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Pages

Cari Blog Ini

Search

Postingan Populer

Popular Posts

Arsip Blog

Recent Posts