* Qana`ah Kunci Kebahagiaan Hidup*.



Qana’ah menurut arti bahasanya adalah merasa cukup. Dan secara istilah qana’ah merasa cukup atas apa yang dimilikinya. Sikap qana’ah didefinisikan sebagai sikap merasa cukup dan ridha atas karunia dan rezeki yang diberikan Allah Swt.

Rela menerima pemberian Allah subhanahu wata’ala apa adanya, merupakan sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadaan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta. Namun meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya dapat menekan sifat tamak dan membimbingnya menuju sikap zuhud dan qana’ah. Menurut Prof.DR. Hamka dalam Tasauf Modern, qana`ah mengandung lima perkara, yaitu:

Pertama, menerima dengan rela akan apa yang ada. Hati yang rela kepada Allah atas segala keadaan akan menimbulkan kesenangan dan kegembiraan, merupakan jalan menuju hidup bahagia. Begitu pula sebaliknya, hati yang benci memandang semua yang baik menjadi tidak baik bahkan yang baik sekalipun masih dianggap kurang baik. Yang telah cukup masih belum cukup. Hidup dengan keluhan, penyesalan dan senantiasa kurang puas. Hanya iman dan sikap ridalah yang mampu membentengi penglihatan kita dalam memandang segala sesuatu, sehingga kelihatan indah, cantik dan menentramkan hati.

Kedua, memohonkan kepada Allah tambahan yang pantas dan berusaha. Firman Allah dalam s.al-Baqarah ayat 186. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.

Karena Allah dekat dengan hamba-hamba-NYA yang beriman dan beramal shalih kita dipersilakan untuk memohon dengan ikhlas setelah kita berusaha dengan menyempurnakan ikhtiar. Dalam s.al-Mu`min ayat 60, Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.

Ketiga, Menerima dengan sabar akan ketentuan Allah. Sebagaimana firman Allah Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Orang beriman mengetahui bahwa cobaan yang diterimanya bukanlah suatu pukulan yang datang tiba-tiba atau datang menyerang dengan membuta tuli, melainkan sesuatu dengan qadar yang telah dikenal, ketentuan yang pernah berlaku, kebijaksanaan dan keputusan dari Tuhan.

Keempat, Bertawakal kepada Allah. Tawakal bukan berarti menyerah semata-mata, tinggal diam dan tidak bekerja. Saidina Umar yang berbunyi; “langit tidak pernah menurunkan hujan emas atau perak”, cukup untuk memberikan pengertian tentang arti tawakal dan menyerahkan diri kepada Allah.

Tawakal bukanlah meninggalkan sebab-sebab yang diadakan oleh Allah, bukan pula menyerah dan mengharapkan supaya Allah mengadakan sesuatu di luar keadaan yang biasa, menanti–nanti hujan emas atau perak turun dari langit atau menunggu dari bumi keluar nasi atau roti tanpa ada kerja dan usaha, tanpa mempergunakan pikiran.

Arti tawakal ialah bekerja dan mengusahakan sebab-sebab yang biasa, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah. Benih disemai dan ditanam, sedang memberi buahnya diharapkan kepada Allah. Kita mengerjakan mana yang biasa dan dalam batas kesanggupan manusia, selebihnya kita serahkan kepada Allah.

Tatkala di masa Rasulullah saw. datanglah seorang Arab dusun kepada Beliau, lalu ditinggalkannya untanya dekat pintu mesjid, lepas tak bertali. Dengan begitu dia menyerahkan kepada Allah untuk memeliharanya, Nabi saw. Bersabda, yang sampai sekarang tetap menjadi perkataan yang bersayap, “I`qilha wa tawakkal” (ikatlah untamu dan bertawakallah).

Kelima, Tidak tertarik oleh tipu daya dunia. Rasulullah Saw. telah bersabda: “Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, kekayaan ialah kekayaan jiwa”. Maksudnya jiwa dan raga merasa cukup dengan apa yang ada, tidak loba dan cemburu, bukan orang yang meminta lebih terus-terusan. Karena kalau masih meminta tambah, bertanda masih miskin.

Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw. bersabda: “alqana`atu maalun laa yanfadu wa kanzun laa yafnaa”. Artinya: Qana`ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan pura (simpanan) yang tidak akan pernah lenyap. (Hadis dirawikan oleh Thabrani dari Jabir).

Tentunya maksud qana`ah dalam Hadis tersebut ialah qana`ah hati bukan qana`ah ikhtiar. Karena kita diperintahkan untuk bekerja dan berusaha semaksimal mungkin seakan-akan kita hidup selamanya. Dibalik itu semua, kita diminta untuk menenangkan hati dan meyakini bahwa dalam bekerja terdapat untung dan rugi, tidak terbentur jika harapan tidak tercapai..

Sebagaimana firman Allah dalam S. At Taubah:105 “Dan katakanlah: “Beramallah kamu, Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang mu`min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha mengetahui akan yang ghaib dan nyata…”.

Rasulullah Saw. bersabda “I`mal lidunyaaka ka annaka ta`isyu abadan wa`mal liakhirataka ka annaka tamuutu ghaddan”, artinya bekerjalah untuk kehidupan duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan bekerjalah untuk kehidupan akhiratmu seakan-akan kamu meninggal esok hari.

Dengan qana`ah kita dapat menghadapi kehidupan dengan kesungguhan yang energik dalam mencari rezki. Tidaklah terdapat rasa takut dan gentar, ragu-ragu dan syak bagi orang yang memiliki sifat qana`ah. Dengan berteguh hati dan fikiran terbuka, ia bertawakal kepada Allah Swt. Mengharapkan pertolongan-Nya, serta tidak merasa jengkel dan kecewa jika terdapat maksud yang belum berhasil.

Sikap qana`ah merupakan obat mujarab dalam menghindari segala keraguan dalam hidup, selain itu berikhtiar dan percaya kepada takdir. Hingga keadaan bagaimanapun yang datang kita tidak syak dan ragu.

Sebagaimana telah dicontohkan Nabi Ayyub as. yang hidup dalam limpahan kenikmatan duniawi, tenggelam dalam kekayaan yang tidak ternilai besarnya, mengepalai keluarga yang besar, hidup rukun damai dan sejahtera. Namun Ayyub tidak tersilau matanya oleh kekayaan yang ia miliki dan tidak tergoyahkan imannya oleh kenikmatan duniawinya ia tetap memohon ampun atas segala dosa dan keteguhan iman serta kesabaran atas segala cobaan dan ujian dari Allah.

Walaupun cobaan dan musibah datang memusnahkan harta kekayaannya, mencerai-beraikan keluarganya sehingga ia menjadi sebatang kara. Dimulai dengan hewan-hewan ternaknya yang bergelimpangan mati satu persatu sehingga habis sama sekali, kemudian disusul ladang-ladang dan kebun-kebun tanamannya yang rusak menjadi kering dan rumahnya yang terbakar habis dimakan api, sehingga dalam waktu yang sangat singkat sekali Ayyub yang kaya-raya tiba-tiba menjadi seorang miskin papa tidak memiliki sesuatu apapun selain hatinya yang penuh iman dan takwa serta jiwanya yang besar.

Maha suci Allah yang telah membalas kesabaran dan keteguhan iman Ayyub bukan saja dengan memulihkan kembali kesehatan badannya dan kekuatan fisiknya seperti keadaan semula, bahkan dikembalikan pula kebesaran duniawinya dan kekayaan harta-bendanya dengan berlipat ganda.

Kepadanya juga dikurniakan lagi putera-putera sebanyak yang telah hilang dan mati dalam musibah yang telah dialaminya. Demikianlah rahmat Tuhan dan kurnia-Nya kepada Nabi Ayyub yang telah berhasil melalui ujian yang berat dengan penuh sabar, tawakkal dan beriman kepada Allah. Kisah Nabi Ayyub dapat kita baca dalam Al-Quran surah Shaad ayat 41-44 dan surah Al-Anbiaa’ ayat 83 dan 84.

Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah Swt. agar diberikan qana’ah, beliau berdoa:

“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
*Ainun  jariyah*.(cpt).
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories

Pages

Cari Blog Ini

Search

Postingan Populer

Popular Posts

Arsip Blog

Recent Posts